Nama : Diana Putri Hapsari
NIM : M0410018 ISD,
7/4/2011
Jurusan : Biologi 2010
3 Pemikiran Auguste Comte Tentang
Berlangsungnya Perkembangan Manusia
A
|
uguste comte penggagas dari aliran positivisme,
yaitu sebuah aliran filasfat barat yang timbul pada abad XIX dan merupakan
kelanjutan dari empirisme. Aliran positivisme ini merupakan aliran produk
pemikiran auguste comte yang cukup berpengaruh bagi peradaban manusia. Aliran
positivisme ini kemudian di abad XX dikembang luaskan oleh filosof kelompok Wina
dengan alirannya Neo-Positivisme (Positivisme-Logis). Sejarah telah melukiskan
masalah perolehan pengetahuan menjadi problem aktual yang melahirkan aliran
Rasionalisme dan Empirisme yang pada gilirannya telah melahirkan aliran
kritisme sebagai alternatif dan solusi terhadap pertikaian dua aliran besar
tersebut. Di sinilah arti penting dari kemunculan positivisme yang merupakan
representasi jawaban berikutnya terhadap problem-problem mendasar tersebut.
Auguste comte menerima dan mengalami langsung akibat-akibat negatif secara
langsung revolusi tersebut khususnya dibidang sosial, akonomi, politik, dan
pendidikan. Pengalaman pahit yang dilalui dan dialaminya secara langsung
bersama bangsanya itu, memotivasi dirinya untuk memberikan alternatif dan
solusi ilmiah-filosofis dengan mengembangkan epistemologi dan metodologi
sebagaimana buah pikirnya itu tercermin di dalam aliran positivisme. Aliran ini
menjadi berkembang dengan subur karena didukung oleh para elit-ilmiah dan
maraknya era industrialisasi saat itu. Empirik dan positif yakni pengetahuan
riil yang diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi). Eksperimentasi,
komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai
pada suatu teori. Karena itulah makan bagi positivisme, tuntutan utama adalah
pengetahuan faktual yang dialami oleh subyek, sehingga kata easional bagi Comte
menunjukkan peran utama dan penting rasio untuk mengolah fakta menjadi
pengalaman berdasakan atas pemikiran yang demikian itu, maka sebagai
konsekuensinya metode yang dipakai adalah induktif-verifikatif.
Menurut Comte perkembangan manusia berlangsung dalam
3 tahap:
1. Tahap
teologis
Pada tahap ini, manusia percaya
bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap
sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang
percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada
makhluk-makhluk selain inisiasi. Pada taraf pemikiran ini terdapat 3 tahap lai,
yaitu tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa
segala benda berjiwa. Kedua, tahap animisme, tahap ketika orang menurunkan
kelompok hal-hal tertentu dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan
adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikianrupa sehingga tiap tahapan
gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri. Ketiga, tahap polytheisme,
gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat
diatur dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesalisasi. Ada
dewa api, dewa lautan, dewa angin dan seterusnya. Tahap ketiga merupakan
tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang
bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme.
Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandanganya pada hakekat yang
batiniah (sebab pertama). Di sini manusia percaya kepada kemungkinan adanya
sesuatu yang mutlak. Artinya, dibalik setiap kejadian tersirat adanya maksud
tertentu.
2. Tahap
metafisik
Tahap ini juga bisa disebut sebagai
tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan
varian dari cara berfikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya
diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda
lahiria, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum yang
disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat
dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep
“alam”, sebagai asal mula semua gejala.
3. Tahap
positif
Pada tahap positif, orang tahu
bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan
yang metlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau
mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat
yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu.
Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat
pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya yaitu dengan “pengamatan” dan dengan
“memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta
yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan
tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan mengatur segala gejala di
bawah satu fakta yang umum.
Bagi
Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani
sekluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan.
Dalam ini, Comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semua dikuasai oleh
pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran
metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan
perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku
tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan. Meskipun seluruh ilmu
pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan
tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian
dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu
pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu,
maka semakin lambat mencapai tahap ketiga. Lebih jauh Comte berpendapat bahwa
pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya
sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat
posotof apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada
gejala-gejala yang nyata dan konkrit. Dengan demikian, makan ada kemungkinan
untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabnag ilmu pengetahuan dengan
jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan
tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan
tersebut kebenaran metafisikyang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena
kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Pada
intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa
melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar