What's Your Number? Check This Out

Minggu, 24 Juni 2012

Tugas Ku: 3 Pemikiran Auguste Comte Tentang Berlangsungnya Perkembangan Manusia (Ilmu Sosial Dasar)


Nama               : Diana Putri Hapsari
NIM                : M0410018                                                                 ISD, 7/4/2011
Jurusan            : Biologi 2010

3 Pemikiran Auguste Comte Tentang Berlangsungnya Perkembangan Manusia
A
uguste comte penggagas dari aliran positivisme, yaitu sebuah aliran filasfat barat yang timbul pada abad XIX dan merupakan kelanjutan dari empirisme. Aliran positivisme ini merupakan aliran produk pemikiran auguste comte yang cukup berpengaruh bagi peradaban manusia. Aliran positivisme ini kemudian di abad XX dikembang luaskan oleh filosof kelompok Wina dengan alirannya Neo-Positivisme (Positivisme-Logis). Sejarah telah melukiskan masalah perolehan pengetahuan menjadi problem aktual yang melahirkan aliran Rasionalisme dan Empirisme yang pada gilirannya telah melahirkan aliran kritisme sebagai alternatif dan solusi terhadap pertikaian dua aliran besar tersebut. Di sinilah arti penting dari kemunculan positivisme yang merupakan representasi jawaban berikutnya terhadap problem-problem mendasar tersebut. Auguste comte menerima dan mengalami langsung akibat-akibat negatif secara langsung revolusi tersebut khususnya dibidang sosial, akonomi, politik, dan pendidikan. Pengalaman pahit yang dilalui dan dialaminya secara langsung bersama bangsanya itu, memotivasi dirinya untuk memberikan alternatif dan solusi ilmiah-filosofis dengan mengembangkan epistemologi dan metodologi sebagaimana buah pikirnya itu tercermin di dalam aliran positivisme. Aliran ini menjadi berkembang dengan subur karena didukung oleh para elit-ilmiah dan maraknya era industrialisasi saat itu. Empirik dan positif yakni pengetahuan riil yang diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi). Eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai pada suatu teori. Karena itulah makan bagi positivisme, tuntutan utama adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh subyek, sehingga kata easional bagi Comte menunjukkan peran utama dan penting rasio untuk mengolah fakta menjadi pengalaman berdasakan atas pemikiran yang demikian itu, maka sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah induktif-verifikatif.
Menurut Comte perkembangan manusia berlangsung dalam 3 tahap:
1.      Tahap teologis
Pada tahap ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain inisiasi. Pada taraf pemikiran ini terdapat 3 tahap lai, yaitu tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang menganggap bahwa segala benda berjiwa. Kedua, tahap animisme, tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal tertentu dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikianrupa sehingga tiap tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri. Ketiga, tahap polytheisme, gejala-gejala “suci” dapat disebut “dewa-dewa”, dan “dewa-dewa” ini dapat diatur dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesalisasi. Ada dewa api, dewa lautan, dewa angin dan seterusnya. Tahap ketiga merupakan tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi (esa), yaitu dalam monotheisme. Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan pandanganya pada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, dibalik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.

2.      Tahap metafisik
Tahap ini juga bisa disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berfikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiria, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat disimpulkan dalam konsep “alam”, sebagai asal mula semua gejala.

3.      Tahap positif
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang metlak, baik pengenalan teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari “segala sesuatu” yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.

Bagi Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani sekluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang ilmu pengetahuan. Dalam ini, Comte menerangkan bahwa segala ilmu pengetahuan semua dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif. Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan. Meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga. Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat posotof apabila ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan konkrit. Dengan demikian, makan ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap berbagai cabnag ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif, serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisikyang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
Pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar